Mansyur H. Abbas dan Bibit Duriannya
Tidak ada penutur sejarah yang
mengungkapkan kapan durian dihutan Desa Jurumapin Kecamatan Buer Kabupaten
Sumbawa NTB itu ditanami, atau siapa yang menanami, maupun bagaimana
menanaminya. Namun legenda tak pernah
kering mengisi ruang wacana masyarakat sehingga banyak yang percaya bahwa
cerita seperti dalam tuturan legenda itulah asal muasalnya. Dalam hikayat, dahulu ada banyak burung yang
menanami durian itu, karena berlainan warna dan jenis burung yang menanaminya,
maka lain pula rasa dan warna buah duriannya.
Tahun 2004, Departemen Pertanian
yang sekarang diganti namanya menjadi Kementerian Pertanian, mengangkat
keunggulan dua varian durian lokal jurumapin menjadi durian unggul
nasional. Dua varian itu adalah durian Kepala
Gajah dan durian Sedapir. Durian inilah
yang membawa nama kabupaten Sumbawa dalam
kancah perdurianan nasional bahkan internasional.
Durian Kepala Gajah dan Sedapir
itu kini telah menua, pohonnya tinggi, besar, beberapa cabang besarnya sudah ada
yang lapuk tergantung dan beberapa ruas akarnya busuk tertanam, parasit
bergelayutan disana-sini, tak terkecuali lumut yang menyelimuti sisi lembab tangkai
batangnya.
Menyikapi hal itu, muncullah
seorang pemuda desa yang mengabdikan diri untuk pelestarian durian
didesanya. beliau adalah Mansur H Abbas
(45) yang menekuni pembibitan durian secara okulasi (sambung pucuk) menggunakan
batang bawah dari berbagai durian di NTB namun batang atasnya tetap menggunakan dua varian lokal unggul nasional
Kepala Gadjah dan Sedapir.
Upayanya dalam melestarikan
keanekaragaman hayati (khususnya durian) patut diacungi jempol. Setiap tahun beliau berhasil mengokulasi
durian sebanyak 3.000 batang dan ditanam pada beberapa wilayah di Pulau Sumbawa. “Banyak warga yang ingin menanam durian namun
tidak tahu bagaimana mendapatkan bibit.”.
tutur beliau sambil mengokulasi durian.
Dahulu beliau pesimis dengan
kelestarian durian Jurumapin, pohonnya
sudah menua, ada beberapa yang muda namun sering mengalami gangguan hama babi dan monyet
sebelum tumbuh alami dalam hutan. Pohon
pohon tua tinggal menunggu tumbang.
Namun sekarang durian ini semakin baik populasinya karena setiap tahun
selalu dilakukan penanaman didalam hutan dan dirawat dengan baik. “Perawatannya sederhana, jika ada benalu atau
parasit tinggal dilepas dengan galah berujung sabit, waktu penanaman digunakan
sungkup dan pagar. Tidak perlu dipupuk
karena hutan Jurumapin tidak dijamah oleh penebang para hutan. Pemupukan akan memudarkan rasa khasnya pada
buah. Walaupun ada yang sifat buahnya hambar ataupun sedikit pahit, tetapi
karena tidak dipetik dipohon (menunggu
runtuh), rasa khasnya membuat lidah senantiasa bergoyang.”. Begitu ahlinya beliau mengungkapkan rahasia
durian berkualitas.
Untuk mendapatkan pengakuan
tentang kualitas bibit yang ditangkarnya, pak Mansur mengajukan labelisasi pada
Balai Pembibitan Tanaman Hortikultura di Mataram, Ibukota Propinsi NTB. Setiap tahunnya pak Mansur selalu dievaluasi
oleh balai tersebut untuk mendapatkan rekomendasi penerbitan label durian
varietas kepala gajah dan sedapir.
Beliau memiliki kebun bibit
durian yang tidak begitu luas. Dari 1
hektar tegalan yang dimiliki, beliau menyisihkan 5 are untuk pembibitan
durian. Namun dari 5 are itu dapat
menghasilkan 3.000 batang bibit durian setiap tahunnya. Beliau senang melakukan pekerjaan ini, selama saya masih hidup saya akan senantiasa
membibitkan durian.”. ucapnya bangga.
Luar biasa, setiap tahun
masyarakat menanti-nanti buah durian jurumapin berhamburan diperempatan jalan
Kecamatan Buer. Walaupun buah dari pohon muda karya tangan dingin pak Mansur
belum muncul, tapi pohonnya sudah mulai membesar kira kira tiga atau lima tahun lagi akan
mendominasi buah durian Jurumapin. Banyak yang tidak menyadari, seandainya
tidak ada pribadi bernama Mansur H. Abbas mungkin kisah makan durian di Jurumapin
tinggal kenangan untuk beberapa tahun kedepan. Seperti para burung yang ditutur
dalam legenda, Mansur H Abbas lah sang
burung penanam itu sesungguhnya.
Yogyakarta 15 Oktober 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar