Kisah Sukses Penanganan
Banjir Bandang di Desa Jurumapin
Kecamatan Buer Kabupaten
Sumbawa NTB
http://green.kompasiana.com/iklim/2013/10/15/mengelola-banjir-bandang-di-negeri-seribu-warna-pelangi-599142.html
Ilustrasi Banjir Bandang
Jurumapin merupakan sebuah desa kecil yang
terletak di Kecamatan Buer Kabupaten Sumbawa Propinsi Nusa Tenggara Barat. Sebagai desa yang terletak di kaki Gunung
Puncak Ngengas, keindahan Desa Jurumapin menjadi daya tarik tersendiri bagi
para pelancong karena dihimpit oleh banyak perbukitan dan hutan durian yang rasa
khasnya menggiurkan. Dikala hujan
gerimis pada sore hari, bidadaripun turun dari kayangan bersama pelangi. Itulah mengapa desa ini disebut sebut sebagai
Negeri Seribu Warna Pelangi.
Dari kejadian 30 tahun lalu itu sebenarnya
masyarakat bersama pemerintah harusnya telah melakukan banyak program
penanganan Pra Bencana berupa Manajemen resiko, pencegahan dan mitigasi, serta
kesiap-siagaan. Manajemen resiko
setidaknya dengan ketersediaan peta dampak banjir didaerah bantaran sungai, untuk pencegahan diupayakan relokasi warga
bantaran sungai ke tempat yang lebih aman agar tidak terjadi hal yang tidak
diinginkan ketika banjir bandang terjadi, kesiap-siagaan bisa berupa data-data
primer yang up to date untuk dianalisa secara cepat jika gejala-gejalanya sudah
memungkinkan akan terjadinya banjir.
Beruntunglah teknologi informasi terkini telah mampu mengcover banyak
hal dalam penyusunan strategi penanganan banjir bandang saat tahun baru itu.
Karena saat itu banjir datang secara tiba tiba
ditengah malam buta, maka penanganan tanggap darurat harus dilaksanakan dengan
kondisi apapun. Akses jalan untuk masuk
ke desa tersebut sangat lancar dan tidak menjadi kendala apapun. 1 Januari 2011
dini hari pukul 03:00 Agusta (40) yang bekerja sebagai penambang emas di Kecamatan
Lape (berjarak 80 Km dari Desa Jurumapin) menerima kabar buruk dari tetangga
rumahnya, bahwa kampung halamannya dilanda banjir bandang, rumah dan istrinya
hanyut tenggelam dalam derasnya arus malam itu.
sontak Agusta tancap gas pulang ke rumah.
Sesampainya dikampung halaman, Agusta tidak lagi
menemukan rumahnya yang berada tepat dibantaran sungai jurumapin, begitu pun
rumah tetangga yang menghubunginya malam itu.
Sesaat, kesedihan yang mendalam ia rasakan, untunglah anaknya dititipkan
dirumah nenek sehingga selamat dari terjangan banjir bandang.
Melihat fenomena berulang itu seharusnya telah
ada upaya persiapan yang dilakukan masyarakat dalam menghadapi kemungkinan
bencana yang akan terjadi. Kepiluan itu
menjadi pelajaran penting bagi masyarakat Desa Jurumapin, sehingga Kado Tahun
Baru 2011 menjadi momentum penanganan bencana komprehensif yang dapat
diteladani bagi wilayah lain di NTB, Indonesia bahkan Dunia.
Sebagai seorang petugas pPnyuluh Pertanian Lapangan
yang bertugas di Kecamatan Buer, setidaknya ada beberapa fakta yang berhasil
direka ulang dalam kejadian banjir bandang di Desa Jurumapin 1 januari 2011
tersebut.
Pada sehari sebelumnya (Tgl 31 desember 2010),
Pengamat Hama Tanaman Kecamatan Buer, Sujito (45) menginformasikan kepada
penulis melalui Layanan Pesan Singkat bahwa curah hujan di Kecamatan Buer mulai
meningkat semenjak 3 hari sebelumnya dan hendak mendiskusikannya dengan penulis
jikalau menjadi ancaman timbulnya banjir bandang dalam waktu dekat.
Informasi
itu sungguh tepat dari perkiraan pak Sujito, namun karena beliau ragu untuk
melaporkannya pada pihak terkait sebagai peringatan dini, pembicaraan itu
kemudian berhenti sampai disitu. Penulis
berjanji menemuinya tanggal 1 siang setelah pulang dari tempat liburan tahun
baru di Kecamatan Sekongkang Sumbawa Barat (120 km dari Kecamatan Buer).
Tengah malam tanggal 31 Desember 2010 menjelang
puncak peringatan Pergantian Tahun Baru 2010 ke 2011, ketinggian air di
jembatan jalan negara, Desa Labuan Burung, dan Buin Baru yang terletak di hilir
Sungai Jurumapin meninggi sehingga kemacetan tak dapat terhindarkan (Penuturan
Kepala Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Buer, Irwan Tarmizi (49)yang
kebetulan melewati jalan itu). selaku Kepala Balai Penyuluhan Pertanian beliau
meneruskan informasi itu kepada semua penyuluh Kecamatan Buer untuk bersiap
siaga malam itu juga. Suasana menjadi
tegang.
Keesokan paginya pukul 5 dinihari usai sholat
subuh penulis bergegas menuju lokasi memenuhi seruan Kepala Balai dan menunaikan
janji dengan pak sujito, penulis tiba tepat pukul 09:00 dilokasi. Hiruk pikuk kengerian masih terasa terutama
yang bermukim diseputaran bantaran sungai 3 desa Jurumapin, Kalabeso dan
Tarusa.
Petugas penanganan bencana berbaju orange
senantiasa menghimbau agar warga menenangkan diri. Dalam hiruk pikuk yang mulai reda, telah
berkumpul banyak lembaga dengan berbagai seragam, kendaraan, dan
perlangkapannya masing-masing. Tenda
darurat telah dibangun, dapur umum telah melayani sarapan pagi, data cepat
telah terkumpul. Lalu ada pengumuman lagi
bahwa rapat segera dimulai.
Dipapan tulis telah tersedia banyak peta, citra
satelit, data kerusakan, data korban jiwa, data bangunan strategis yang dapat
dijadikan pengungsian korban, data lembaga yang telah terdaftar dapat tanggap
darurat, nama warga sebagai penunjuk jalan pencarian korban, struktur
organisasi posko, dan daftar peralatan yang tersedia yang dapat digunakan. Bahkan bagan kolom kegiatan dalam masa tanggap darurat telah siap,
tinggal ditulisi.
Usai rapat semua peserta merasa puas. Mereka telah mengetahui seberapa besar
kekuatan banjir bandang yang menimpa kampung halaman 3 desa, seberapa besar
perkiraan kerusakan infrastruktur, rumah, tanaman, hewan, dan usaha masyarakat
lainnya. Semua pihak dipersilahkan
berbicara secara efektif jika ada yang ingin ditambahkan. Pak sujito turut ambil bagian dalam
pembicaraan itu.
Rapat itu sungguh hebat. Terkoordinasi lintas profesi, lintas hoby,
lintas kelas sosial, lintas tingkatan pemerintahan. Petani, pejabat, kuli, pedagang, peternak,
pegawai, tentara, polisi, BPBD kabupaten dan propinsi, BNPB, semuanya bahu
membahu memberikan yang terbaik untuk penanganan banjir. Seharusnya seperti inilah Indonesia dibangun.
Ditanah kosong dekat posko mulai berdatangan
bantuan dari mobil berwarna merah, kuning, hijau, orange, putih, biru untuk
menyumbangkan sekedarnya dalam membantu meringankan derita yang dialami
warga. Posko senantiasa mencatat asal
bantuan, bentuk bantuan, dan komitmen yang akan dibantu dimasa yang akan
datang.
Pukul 10:30 pencarian dimulai setelah air
benar-benar surut dari kemarahannya.
Dalam pencarian itu ditemukan banyak perabotan rumah yang hanyut didasar
sungai. Pada sore harinya istri pak
Agusta ditemukan tertelungkup tanpa busana dipinggir sungai dekat Desa Labuan
Burung. Sebelumnya sarung yang digunakannya
sebelum hanyut ditemukan tertambat pada akar pohon beberapa ratus meter dari
lokasi penemuannya.
Jenasah itu kemudian dibungkus, ditangani dengan
baik untuk dibawa ke perkampungan.
Kendaraan jenasah telah siap dipinggir jalan untuk menjemputnya tidak
jauh dari lokasi ditemukannya. Dengan
ditemukannya satu orang korban, ketegangan mulai menurun dan kelelahan mulai
terasa. Posko mengumumkan agar semua
warga yang tidak mendapatkan tugas untuk beristirahat sehingga kekuatannya
segera pulih.
Sore harinya menjelang malam banyak alat berat
yang berdatangan, alat berat tersebut merupakan alat yang akan digunakan untuk
normalisasi sungai jurumapin yang rusak berat akibat banjir bandang pada dini
hari itu. beberapa tentara dan operator
mengawal jalannya operasi alat berat berupa ekskapator, silinder fibro, kato,
truk dan lain sebagainya. Setelah
bekerja beberapa jam untuk membuat tanggul darurat hingga batas aman, pekerjaan
dihentikan untuk beristirahat.
Keesokan harinya beberapa pejabat teras propinsi
hendak datang, menyusul peninjauan langsung yang dilakukan bupati Sumbawa pada hari pertama tanggap darurat. Pejabat Propinsi diwakili oleh Wakil Gubernur
H.M. Badrul Munir, datang menggunakan helikopter untuk sekaligus meninjau langsung
perkembangan keadaan pasca banjir. Dalam
sambutannya beliau berjanji akan menjadikan penanganan bencana dalam banjir
kali ini sebagai penanganan terbaik ditingkat nasional.
Tanggap darurat telah selesai masanya selama kurang
lebih 7 hari, dan kehidupan masyarakat mulai tampak normal kembali. Sesuai dengan janji Bupati dan Wakil Gubernur
tahap penanganan selanjutnya terus dilanjutkan pada tahap pemulihan.
Instalasi listrik dipulihkan kembali, sarana
infrastruktur pengairan sawah direhab sedemikian rupa agar berfungsi seperti
semula, air bersih berupa sumur yang kotor dikuras dan diberikan obat pembunuh
kuman.
Dalam rangka rehabilitasi tempat tinggal, atas
inisiatif warga dan pemerintah daerah, pembangunan rumah sebagai tempat
relokasi korban yang rumahnya hanyut terbawa arus sungai pun dimulai. Lokasinya sangat strategis. Tanah miring yang letaknya diketinggian,
dekat dengan kebun, hutan, terjangkau listrik, dan dekat dengan lokasi wisata
agrotamase. Penerima bantuan rumah
sangat senang mendapatkan tempat tinggal yang layak dan strategis tersebut.
Lapangan sebagai tempat beraktifitas sosial
telah seperti sediakala, petani telah dapat memanen padi yang sempat terendam
banjir selama semalam, kandang kambing dan sapi yang rusak kembal di
perbaiki. Bahkan ada bantuan sapi bagi
warga yang sapinya hanyut dibawa banjir.
Tahap rekonstruksi dilakukan dalam banyak hal
selama 2 tahun pasca terjadinya bencana banjir bandang tersebut. Penulis dalam kapasitasnya sebagai Penyuluh
Pertanian di Kecamatan Buer melihat begitu banyak kepedulian berbagai instansi
dalam menangani kecamatan buer pasca banjir bandang. Masing-masing SKPD baik Kabupaten, propinsi
dan kementerian menurunkan program-program jangka panjang agar masyarakat dapat
kembali hidup seperti sediakala dan siap mengelola jika banjir itu datang
kembali.
Untuk SKPD lingkup pertanian dan peternakan
begitu banyak bantuan yang gelontorkan.
Berbagai komoditi berbagai program unggulan. Kambing, sapi, benih padi, benih jagung,
pupuk pertanian dan masih banyak lagi yang diterima dari SKPD lain.
Akhirnya bencana mengajarkan manusia pada
kearifan, setiap apa yang dilakukan
manusia kepada alam akan mendapatkan hal serupa sebagai konsekuensi dari apa yang
telah dilakukan oleh dirinya sendiri.
Penebangan hutan, pemanasan global, La Nina bisa jadi banyak hal
penyebab kemarahan alam kepada manusia dalam bentuk banjir. Menyikapi keadaan demikian patutlah manusia bersiap diri dengan sistem managemen
bencana yang lebih baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar