Pernah sekali aku melihatnya dimuka pintu sekretariat HmI
Komisariat Sosial Politik Universitas Gadjah Mada. Pria berbadan tinggi, kurus, muka belepotan,
rambut memerah, tak pernah mandi, jaket kumal dan bau asbak rokok itu
menggandeng seorang wanita berparas cantik, wangi, bersih, dan sopan. Sontak hatiku menilai bahwa kejadian
penggandengan itu antara dua insan yang tidak sepadan.
Sekarang kali kedua aku melihat perempuan cantik itu duduk ditangga Graha Sabha Pramana Auditorium Kampus Universitas Gadjah Mada dengan baju yang sama laksana pakaian putri. Bersama sebuah gitar ia melantunkan lagu yang belum pernah aku dengar sebagai tangga lagu musik indonesia. “Mungkin itu lagu baru.”. gumamku dalam hati. Kali ini ia sendiri, tidak ada laki-laki kumal itu yang mendampinginya.
Aku mendengar suaranya dari sisi barat gedung itu dalam
perjalanan pulang ke kosan dari pintu masuk utama UGM untuk sesuatu kepentingan
tugas dari dosenku, kebetulan kosan yang ku sewa berada didepan Fakultas
kehutanan UGM dan aku tidak punya kendaraan untuk menghindar dari jalan
diseputaran Auditorium itu. Lantunan
yang merdu berharmoni dengan bunyi getar dawai,
seperti tere tetapi ini lebih merdu, nada-nada gitarnya tidak dapat ku
nilai karena aku memang tidak tahu tentang gitar. Tetapi menikmati musik itu adalah hobiku.
Pertama aku cuma heran jika ada orang dengan suara selevel
artis bernyanyi-nyanyi sendiri dalam pelukan dingin Graha Sabha Pramana,
ditemani temaram lampu merkuri ia menghabiskan bait-bait yang sesekali
ditolehnya pada sebuah kertas dijepitan jari kakinya. Aku terduduk pada jarak kira kira 5 meter
darinya dan berusaha untuk tidak mengeluarkan suara dalam setiap langkah.
Gedung Auditorium Graha Sabha Pramana UGM
Setelah permainan gitar yang sangat emosional mencapai
petikan terakhir ia menghentikan musiknya,
menghela nafas panjang dan terasa sekali dari seluruh ekspresinya ia
merasa puas. Aku juga puas mendengar
harmoni dua suara yang luar biasa itu.
Namun bait-bait itu membuatku merinding dalam malam yang semakin
larut. Kira-kira waktu itu jam
menunjukkan pukul 1 dinihari. Syair
lagunya yang sempat ku rekam dalam kepala seperti ini:
Pada satu
kegilaan kau mengajakku ditempat ini
Dihari
hampir subuh saat semua orang masih jauh dari bangunnya.
Bukannya
kau mengajakku bergembira disini dengan tema fikirmu
Tetapi
malah kau mengajakku mati
Aku
menghalangimu tetapi kau tetap berkeras
Aku tak
berdaya menghentikanmu
Kau bilang
bosan dengan tema fikir manusia yang melulu
Tak ada
lagi tujuan
Tak ada
lagi alasanmu hidup.
Kudekati ia yang berurai air mata, ia menolak dengan tanda
dari tangan kirinya. lalu tertunduk kaku
menutupi muka dengan lututnya yang basah.
Rambutnya mewangi khas perempuan perempuan masa kini. Aku juga tidak melanjutkan sapaanku. Aku terduduk disampingnya. Rupanya ia sedang bersedih.
Aku seolah faham apa yang menimpanya melalui kandungan
bait-bait syair yang dilantunkannya itu.
Hatiku terpanggil untuk sekedar berbicara dengannya. Rupanya malam itu ia tak ingin bicara dengan
siapapun. Ia hanya ingin sendiri
ditemani desir angin disela pepohonan taman biologi UGM dengan gitar
disebelahnya dan mata yang berair.
“Enyahlah !” usirnya kepadaku.
Aku beranjak dari dudukku.
Kutitipkan sebuah kartu nama jika saja ia mau menghubungiku besok pagi,
lusa atau kapanpun ia mau. Sial, mengapa
juga aku terjebak dalam rasa hati untuk membantu orang dengan masalah seperti
ini. Bukannya lebih baik melupakan apa
yang pernah aku dengar lalu tidak perlu khawatir untuk bertemu dengan masalah
jika ia menghubungiku suatu waktu nanti?
Ah sudahlah, sudah seminggu malam itu berlalu dan ia belum
juga menghubungiku. Aku sudah tidak lagi
awas dengan handphone ku jika ia menghubungi atau mengirimkan pesan singkat
kepadaku. Aku sudah merasa bebas. Tiba-tiba handphoneku berdering tanda pesan
masuk.
Dengan cekatan jempol kananku membuka sms itu dan ternyata
dari seseorang yang mengirimkan bait lagu pada malam itu. Dan dibawahnya ia tuliskan “hubungi aku
sekarang, jika perlu bantuan!”.
Segera aku membalasnya dengan sms juga karena kebetulan lagi
tidak punya pulsa. “dimana?”. Fikirku ia akan membalas segera dimana ia akan
menungguku, tetapi rupanya malam itu tidak ada lagi balasan sms darinya.
Pagi-pagi sekali sebelum satupun toko terbuka dikompleks
kosanku. Aku menggedor rumah seorang
tetangga yang sudah akrab denganku untuk diisikan pulsa. Semalaman aku tidak tidur hanya untuk
menunggu sms yang memohon mohon untuk meminta pertolongan. Tetapi dengan sombong pula ia tidak menjelaskan
dimana.
081355188618 terdengar bunyi tuuuuuuuut..... tuuuuuuuut.....
tuuuuuuut..... tanda nada terima dari handphone seseorang yang mengirimkan sms
kepadaku semalam. Ia mengangkatnya dan
menyampaikan salam. Selamat pagi, ini
dengan siapa ya? Ucap dari suara seorang laki-laki dari ujung pembicaraan
disana.
Semakin mumet rasanya permasalahan ini. “Lho mbak yang mengirimkan sms kepadaku mana
mas?”. Tanyaku dengan kaget kepada suara
itu.
“Ini handphoneku mas, aku tinggal dijogjakarta kuliah di
UGM. Kalo tidak percaya datang saja ke
kosan Karang asem CT 3 / 12 B Kelurahan Caturtunggal Depok Sleman
Yogyakarta”. Ungkapnya.
“Lho itukan alamat kosanku.
Kita satu kosan kalo begitu.”.
aku keluar dari kamar dan ia juga keluar dari kamarnya. Handphone ku matikan. Ia memberikan tanda dari ujung sebelah utara
dan aku juga memberikan tanda dari ujung sebelah timur.
Kami membahas apa yang sedang terjadi. Rupanya malam itu kartu nama yang bertuliskan
Erwan Saripudin yang aku berikan tidak diambil oleh perempuan itu. Kartu nama itu ditindih dengan batu kerikil
bersamaan dengan bait syair yang ditulis tangan itu. Tulisannya cantik secantik orangnya saat
bertemu dikomisariat HmI Sospol UGM pada waktu itu. Akhirnya tetanggaku menemukannya pada pagi
hari disaat Sunday morning dikampus UGM.
Ia menganggap ini pastilah kisah misterius yang berhubungan dengan aksi
bunuh diri atau semacamnya. Tetanggaku
kayak intelijensaja.
Sebulan kemudian berlalu, hingga pada sebuah siang di
Fakultas Kedokteran Hewan terjadilah peristiwa itu. Teleponku berdering dari sebuah nomor
087863752837. “Nomor tanpa nama
lagi.”. Imbuhku sambil memencet tombol
warna hijau dari hp butut nokia 2100 pemberian kakak 3 tahun yang lalu. “Halo, ini dengan siapa? Apakah anda termasuk
salah seorang keluarga dari perempuan
berbaju seperti putri ini?”. Pertanyaan
mengagetkan dari seberang pembicaraan sana.
“ini siapa? Dan perempuan itu dimana?”.aku balik
bertanya
“Ini dari kepolisian yang sedang menyelidiki kasus percobaan
bunuh diri seorang perempuan!”. Polisi ini berusaha menerangkan. “Bapak sebaiknya segera ke TKP di Fakultas
Kedokteran Hewan UGM.”. ajaknya.
“Baik Pak.”. aku menyahut ajakan itu.
Lima menit dari kosanku aku telah tiba di TKP. Aku dijadikan saksi atas simbah darah
perempuan berbaju putri tetapi tanpa luka sedikitpun dianggota badannya. Nomor
hp ku adalah satu-satunya nomor yang ia simpan di handphone samsung galaxy mini
miliknya. Polisi sudah mencari-cari
nomor yang lain tetapi tidak menemukan nomor atau pesan apapun. Polisi menduga ada hubungan yang kuat antara
perempuan itu denganku.
Dipintu rumah sakit perempuan itu siuman dari
pingsannya. Mukanya pucat pasi, lingkar
matanya menghitam dan bajunya telah lusuh.
Selama ini ia bersembunyi dalam cool storage ternak potong milik
Fakultas Peternakan, entah bagaimana ia keluar dari cool storage itu. Bajunya terlumuri darah hewan yang digantung
di cool storage itu. Pertanyaan yang
berputar dibenakku mengapa ia bersembunyi? Dari apa ia bersembunyi?
Dalam bangsal perawatan aku menemaninya selama beberapa
hari. dihari keempat kulihat senyum di
bibirnya. Tenaganya mulai pulih,
cekungan matanya tampak segar dan bibirnya tak lagi retak. Selama dalam persembunyian rupanya perempuan
ini tak makan dan minum. Aku terus
mendekatinya hingga pada hari yang berbahagia itu ia mulai berbicara.
“Aku mengejar ia yang telah terbang ke Fakultas Peternakan
setelah malam itu. Aku bermain bersamanya disela sela tanaman perdu taman
fakultas, berlarian kesana kemari hingga gelap dan aku terperangkap di tempat
dingin itu. Mereka mengunciku dari luar
dan aku tak bisa keluar.”. ungkapnya perlahan.
“siapa yang kau kejar itu?”. Tanyaku penasaran.
“ia yang membuat jiwaku cenderung padanya, ia yang telah
berlaku tidak adil yang menyisakan jiwanya untukku dikampus besar itu,
sedangkan jasadnya telah pergi jauh kekampung halamannya di NTB sana. Ia yang setiap hari menjelaskan banyak hal
tentang hidup, dia yang ku kejar kejar hingga ke cool storage Fakultas
Peternakan. Mungkin saja jiwa itu ingin
mendekapku lalu ia mencari jasad untuk membuat dirinya menjadi nyata. Lalu jiwa itu menemukan jasad hewan yang
tergantung kaku dalam cool storage. Ia merindukanku. Jiwa itu rindu padaku.”.
ceritanya dengan mata berkaca, Lalu ia memelukku.
Keesokan paginya ia menjelaskan bahwa ia juga
memperhatikanku saat di komisariat HmI sospol waktu itu, Itu adalah tempat
mangkalnya lelaki yang kuanggap kumal itu. “Aku melihatmu pada hari itu dan aku
yakin itu adalah hari yang besar.”. ungkapnyatersipu malu.
“Namanya Gaza, berhidung mancung dengan bola mata hitam dan
bulu mata lentik. Dulu ia adalah lelaki
tergagah yang ada di markas komisariat itu, setelah banyak menyelami buku buku
filsafat ia bukannya semakin gagah tetapi semakin tampan.”. ungkap perempuan
yang belakangan mengaku bernama yati anugrahwati itu.
Bulan demi bulan kami bersama saling berbagi. Menyembuhkan hatinya yang luka, dan saling
jatuh cinta. Hingga pada tanggal 20 November 2011 kami melangsungkan pernikahan
yang semarak dikampung halaman. Sekarang
putra pertama dari buah cinta yang indah itu kami berikan nama seperti nama
lelaki tampan itu “Gaza”.
Aku mengajak perempuan yang telah menjadi istriku beserta
anakku untuk berlibur ke kampus UGM guna menapak tilasi perjalanan unik
keluargaku, menjadikannya sebagai ritual pengisian jiwa yang berkelana si Gaza
yang tampan pada tempat baru dalam tubuh putra kami. Semoga jiwa keduanya berdamai dalam satu
raga. MakaJiwa lelaki tampan itu telah
menemukan kembali tempatnya.
Putra pertama kami "Gaza"
Untuk
Putra Pertamaku
yang
berulang tahun pertama pada 22 september
dan aku tidak berada disisinya
karena menimba Ilmu di kampus
UGM Yogyakarta.
dan aku tidak berada disisinya
karena menimba Ilmu di kampus
UGM Yogyakarta.
ini beneran gak sih >? sempet bingung sama ceritanya.. hehee salam saya mahasiswa UGM 2011 dari kampus yang tidak jauh dari gedung pusat UGM
BalasHapus