Sabtu, 20 September 2014

Gemericik Kotak Kayu Celengan Keluarga

Ilustrasi Ayah dan Anak dalam menabung (sumber: Sunlife)


Dahulu, di rumah orang tua saya terdapat sebuah kotak kayu dari jati, kotak itu dibuat oleh ayah saat kami anak anaknya masih kecil. ukurannya sekira 25 cm x 25 cm x 25 cm, diukir dengan motif batik mencirikan mata uang, berselang seling bidang sisinya terukir timbul Rp (rupiah) dan $ (dolar), dicat dengan warna emas simbol kekayaan dan kejayaan, menempati posisi tepat di samping TV ruang keluarga, menjadikannya sebagai benda paling keramat di dalam rumah, sebuah gembok merek globe ukuran tanggung tergantung di salah satu sudutnya, kunci gembok itu dipegang ibu sebagai pemilik kuasa,  kotak itu memiliki empat buah lubang sempit seukuran kepingan logam rupiah dan masing-masing tertulis ayah, ibu, kakak, dan adik pada setiap lubangnya, maka kami pun tahu maksud ayah mengapa kotak itu dibuatnya, kotak itu adalah celengan keluarga, seisi rumah menyebut kotak itu sebagai kotak cita cita.
--------<<<0>>>--------

Selasa, 15 Oktober 2013

PARA PEJUANG ENERGI BARU TERBARUKAN


 
Bersama Instruktur pelatihan BBPP Kupang

Beberapa bulan lalu tepatnya april tahun ini, penulis dalam kapasitas sebagai Penyuluh Pertanian asal Kabupaten Sumbawa Propinsi Nusa Tenggara Barat, mendapatkan undangan untuk mengikuti kegiatan pelatihan pembuatan pakan ternak ruminansia di Balai Besar Pelatihan Peternakan (BBPP) Noelbaki Kupang Nusa Tenggara Timur .  Dalam pelatihan tersebut penulis diperkenalkan tentang fasilitas standar pembuatan pakan ternak mulai dari hay, silase, permen sapi, amoniasi, dan banyak macam lainnya.  Dalam instalasi kandang yang cukup memadai, perhatian penulis justru tertuju pada sebuah instalasi pembuatan biogas milik BBPP yang berada tidak jauh dari instalasi kandang tersebut.  Selama ini biogas hanya menjadi wacana dalam benak kami sebagai penyuluh pertanian lapangan, tanpa pernah melihat langsung bagaimana gas dapat dihasilkan dari kotoran sapi.  Karena rasa ingin tahu yang besar, penulis melakukan pendekatan pada seorang instruktur yang masih sangat muda.  Beliau adalah Pak Marten (40),  Berperawakan sederhana dan lugas dalam menyampaikan materi pelatihan, bersedia meluangkan waktu mengupas habis tentang Biogas untuk penulis dan beberapa rekan yang tertarik mendalaminya.

Mengelola Banjir Bandang di Negeri Seribu Warna Pelangi



Kisah Sukses Penanganan Banjir Bandang di Desa Jurumapin
Kecamatan Buer Kabupaten Sumbawa NTB

http://green.kompasiana.com/iklim/2013/10/15/mengelola-banjir-bandang-di-negeri-seribu-warna-pelangi-599142.html

Ilustrasi Banjir Bandang


Jurumapin merupakan sebuah desa kecil yang terletak di Kecamatan Buer Kabupaten Sumbawa Propinsi Nusa Tenggara Barat.  Sebagai desa yang terletak di kaki Gunung Puncak Ngengas, keindahan Desa Jurumapin menjadi daya tarik tersendiri bagi para pelancong karena dihimpit oleh banyak perbukitan dan hutan durian yang rasa khasnya menggiurkan.  Dikala hujan gerimis pada sore hari, bidadaripun turun dari kayangan bersama pelangi.  Itulah mengapa desa ini disebut sebut sebagai Negeri Seribu Warna Pelangi.

Penyelamat Biodiversitas Durian




Mansyur H. Abbas dan Bibit Duriannya


Tidak ada penutur sejarah yang mengungkapkan kapan durian dihutan Desa Jurumapin Kecamatan Buer Kabupaten Sumbawa NTB itu ditanami, atau siapa yang menanami, maupun bagaimana menanaminya.  Namun legenda tak pernah kering mengisi ruang wacana masyarakat sehingga banyak yang percaya bahwa cerita seperti dalam tuturan legenda itulah asal muasalnya.  Dalam hikayat, dahulu ada banyak burung yang menanami durian itu, karena berlainan warna dan jenis burung yang menanaminya, maka lain pula rasa dan warna buah duriannya.

Qurban, Kurban, Manusia, Kambing




Ilustrasi Ibrahim dan Ismail


Pada tempat dan hari yang telah ditentukan, sang ayah menghunus pedang dengan asahan yang sangat menyilaukan.  Dalam hati kecilnya mantap untuk melakukan sebuah ritus pengurbanan dari hamba untuk Tuhan, pengurbanan yang tidak tanggung-tanggung yaitu seorang anak satu-satunya yang paling ia kasihi setelah penantian panjang atas kelahirannya.  Hari itu sang ayah ikhlas sebagai konsekuensi keimanan untuk memenuhi wahyu ilahi, leher si anak telah siap diatas kayu talenan sesembelihan, algojonya adalah seorang ayah………………………….     Lalu ditengah suasana bathin para penyaksi yang tidak tega, gemuruh harapan dalam panjat doa kepada Tuhan sekilat menjadi hening seperti bisunya gunung, tiba tiba seekor gibas menjelma sesaat sebelum pedang yang diayunkan menyayati leher si anak. Akhirnya semua lega, tampak dari hela nafas kepuasan para penyaksi.

Rabu, 09 Oktober 2013

MARAH DALAM SENYUMAN



Tadi pagi, kuliah masuk pukul 7 mata kuliah Metabolisme dan pengendalian pertumbuhan tanaman. Mula-mulanya biasa saja seperti kuliah hari sebelumnya.  Dalam kesibukan saya menerjemahkan rumus-auksin melalui buku Advanced Plant Physiology tiba-tiba saja nada suara sang dosen meninggi, selang beberapa detik kemudian tersenyum sambil mempersilahkan pelaku kegaduhan untuk keluar.

Saya duduk paling belakang sendiri ditemani ransel, ultrabook, dan buku setebal 5 cm.  beberapa menit yang lalu saya memang agak risih melihat kelakuan teman-teman satu deret didepan saya Ardian, Sipri dan tista. Tapi karena sibuk mengira-ngira beberapa terjemahan kata dalam buku akhirnya kelakuan mereka tidak saya hiraukan.  Belakangan baru saya ketahui ternyata mereka sedang bermain pesan berantai melalui secarik kertas dari bangku ke bangku bertiga.


Sabtu, 14 September 2013

PILIH MANA? KACANG KEDELAI YANG TERJEPIT ATAU PAHA AYAM YANG TERBUKA



Sekarang saya tinggal di Yogyakarta, terkait dengan naiknya harga kedelai saya melihat bahwa kehidupan sehari-hari masyarakat jawa banyak yang mengkonsumsi tempe.  Tempe telah menjadi menu wajib yang harus ada dimeja makan.  Begitu pula dengan orang jawa yang ada dikampung halaman saya SumbawaNusa Tenggara Barat, mereka telah hidup dan besar dengan mengkonsumsi tempe.  Jika kepada mereka ditanyakan mana yang lebih bergizi antara tempe dengan daging ayam? Tentulah mereka menjawab daging ayam, tetapi jika ditanyakan mana yang lebih enak antara tempe dengan daging ayam, maka mereka akan segera mengkonversi kata “enak”tadi dalam kepala mereka menjadi kata “murah”, lalu segera mereka menjawab tempe.  Nah seperti itulah masyarakat kita, menjatuhkan pilihan pada sesuatu karena harganya yang murah, kemudian karena keseringan mengkonsumsi pilihan tersebut, mereka kemudian menyukainya.  Bahkan dari “suka” ini kemudian berkembang menjadi “fanatik”.